Bila dilihat dari hukum Islam maka yang menjadi masalah adalah model
jual-beli tidak kontan dengan pembayaran berangsur-angsur serta jika
menggunakan sistem kenaikan harga dengan bunga.[1] Empat ulama madzhab dan mayoritas ulama fikih kontemporer mengakui
keabsahan praktek jual beli kredit dengan harga jual lebih tinggi dari harga
tunai. Di antara landasan syar’i yang dijadikan dasar memperbolehkan praktek
akad jual beli kredit adalah sebagai berikut:
1.
Hukum
asal dalam muamalah adalah mubah, kecuali terdapat nash shahih dan sharih
yang melarang dan mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdhah,
hukum asalnya adalah haram kecuali ada nash yang memerintahkan untuk
melakukanya. Dengan demikian, tidak perlu mempertanyakan dalil yang mengakui
keabsahan sebuah transaksi muamalah, sepanjang tidak terdapat dalil yang
melarangnya, maka transaksi muamalah sah dan halal adanya.
2.
Keumuman
nash
al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 275:
... وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا. [البقرة:
2:275]
Artinya:
“...
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
[QS. al-Baqarah (2): 275]
Dalam
ayat ini, Allah mempertegas keabsahan jual beli secara umum, kehalalan ini
mencakup semua jenis jual beli, termasuk di dalamnya jual beli kredit,
sekaligus menolak dan melarang konsep ribawi.
3. Adanya
unsur tolong-menolongdalam transaksi jual beli kredit, dikarenakan pembeli
memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa harus langsung membayarnya.
Prinsip tolong-menolong ini sesuai dengan semangat al-Qur’an surat al-Maidah
(5) ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ
تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. [المآئدة: 5: 2]
Artinya:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [QS. al-Maidah
(5): 2]
4. Kepentingan
penjual untuk menaikkan harga jual lebih tinggi dari harga tunai, dengan sebab
adanya penambahan jangka waktu pembayaran adalah sebagai bagian dari harga jual
tersebut, bukan sebagai kompensasi waktu semata yang tergolong riba. Dan sudah
menjadi hal yang lumrah, bahwa sebuah komoditas mempunyai nilai yang berbeda
dan bisa berubah nilainya dari masa ke masa. Di antara jumhur ulama fiqih yang
berpendapat demikian adalah al-Ahnaf, para pengikut Imam asy-Syafi’i, Zaid bin
Ali dan Muayyid Billah.
5. Transaksi
muamalah dibangun atas asas mashlahat. Syara’ datang untuk mempermudah urusan
manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Syara’ juga tidak akan
melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di dalamnya. Seperti
riba, dhalim, penimbunan, penipuan dan lainnya. Jual beli kredit akan menjadi
mashlahat bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah, yang memungkinkan untuk mendapatkan
barang yang dibutuhkan dengan keterbatasan danayang dimiliki.
Dengan
demikian, jual beli komoditas dengan cara kredit, yang termasuk di dalamnya
kendaraan bermotor, bukanlah transaksi hutang piutang atau pun transaksi atas
barang ribawi, namun ia adalah jual beli murni yang keabsahannya diakui oleh
syariat. Tentunya, dengan ketentuan-ketentuan yang telah tersebut di atas.
Jadi, kalaupun saya kredit motor juga boleh ya ...
BalasHapusBagian ini amat perlu diperhatikan karena sering dilupakan,yaitu berkenaan dengan kredit yang terjadi di zaman ini. Transaksi yang terjadi antara pembeli dengan pihak show-room mobil dan bank. Ada hal yang sering dilupakan oleh sebagian orang dalam transaksi ini. Jual beli kredit hukum asalnya adalah BOLEH, akan tetapi jika permasalahannya adalah menjerumuskan seseorang untuk berurusan dengan sesuatu yang telarang maka hukumnya pun menjadi terlarang. Sebagian show-room mobil memberikan kredit mobil dengan cara sebagai berikut, Misal : Ada pihak pembeli menginginkan mobil sedan, jika di bayar kontan harganya 140 juta, karena pembeli tidak punya uang yang cukup maka ia pun memilih kredit dengan harga 170 juta dibayar dengan cara mencicil selama 4 tahun. Di saat transaksi dengan cara pembayaran kontan maka pihak show-room tidak bermasalah sebab ia menerima uang tunai. Akan tetapi jika yang dipilih pembeli adalah transaksi kredit maka saat ini sebagian show-room menjadi bermasalah. Sebab show-room tidak ada persediaan uang untuk melayani pelanggan kredit yang kadang jumlahnya sampai puluhan. Maka satu satunya jalan yang dilakukan show-room (dan inilah yang terjadi di kebanyakan show-room) yaitu dengan cara meminjam uang ke Bank untuk membeli (mengambil) mobil bagi pembeli. Lantas Kemudian pihak show-room menjadikan surat mobil yang sudah dibeli (atau yang lainnya) sebagai jaminan pinjaman di Bank. Dan pembeli harus membayar cicilan mobil seharga 140 juta tersebut dan ditambah bunga Bank serta untung untuk Showroom sebanyak 30 Juta, maka pada saat itu secara tidak langsung pembeli telah membantu Show-room dan Bank dalam transksi Riba ini. Maka jelas pembelian kredit yang semacam ini adalah HARAM. Inilah hal yang sering dilupakan oleh sebagian orang, karena terkecoh dengan asal hukum kredit yang diperbolehkan kemudian lupa akan sisi haram dalam interaksi transaksi ini. Semoga kita menjadi orang-orang yang takut akan hal – hal yang haram dan murka Allah SWT.
BalasHapusJadi transaksi kredit seperti apa agar tidak terjadi riba? Mohon solusinya.
BalasHapus